Unsur-unsur kekuatan nasional di
Indonesia diistilahakan dengan gatra dalam ketahanan nasional Indonesia.
Sedangkan unsur-unsur kekuatan nasional Indonesia dikenal dengan nama Astagatra
yang terdiri atas Trigatra dan Pancagatra.
1) Trigatra adalah
aspek alamiah yang terdiri atas penduduk, sumber daya alam, dan wilayah.
2)
Pancagatra
adalah aspek sosial yang terdiri atas ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan.
Unsur-unsur
tersebut dianggap mempengaruhi negara dalam hal mengembangkan kekuatan
nasionalnya untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang
bersangkutan.
Dalam
praktiknya kondisi ketahanan nasional dapat kita ketahui melalui pengamatan
atas delapan gatra yang sudah disebutkan diatas. Sedangkan lemah/menurunnya
tingkat ketahanan nasional akan menurunkan kemampuan bangsa dalam menghadapi
ancaman kekuatan yang terjadi.
B.
Penjelasan Atas Tiap Gatra dalam
ketahanan Nasional
1.
Gatra Penduduk
Penduduk suatu
negara menentukan kekuatan atau ketahanan nasional negara yang bersangkutan.
Faktor yang bersangkutan dengan penduduk negara meliputi dua hal berikut:
·
Aspek kualitas mencakup tingkat
pendidikan, ketrampilan, etos kerja, dan kepribadian.
·
Aspek kuantitas yang mencakup jumlah
penduduk, pertumbuhan, persebaran, perataan, dan perimbangan penduduk di tiap
wilayah.
2. Gatra Wilayah
Wilayah turut
pula menentukan kekuatan nasional Negara. Adapun hal yang terkait dengan wilayah Negara meliputi:
·
Bentuk
wilayah Negara dapat berupa Negara pantai, Negara kepulauan, dan Negara kontinental.
·
Luas
wilayah Negara; ada Negara dengan wilayah luas dan Negara dengan wilayah sempit
(kecil).
·
Posisi
geografis, astronomis, dan geologis Negara.
·
Daya
dukung wilayah Negara; ada wilayah yang habitable dan ada wilayah yang unhabitable.
3.
Gatra Sumber Daya Nasional
Hal-hal yang
berkaitan dengan unsur sumber daya alam sebagai elemen ketahanan nasional,
meliputi:
·
Potensi
sumber daya alam wilayah yang bersangkutan mencakup sumber daya alam hewani,
nabati, dan tambang.
·
Kemauan
mengeksplorasi sumber daya alam.
·
Pemanfaatan
sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan dan lingkungan hidup.
·
Kontrol atas sumber daya alam.
4.
Gatra di Bidang Ideologi
Ideologi mendukung
ketahanan suatu bangsa oleh karena ideologi bagi suatu bangsa memiliki dua fungsi pokok, yaitu:
·
Sebagai tujuan atau cita-cita dari
kelompok masyarakat yang bersangkutan, artinya nilai-nilai yang terkandung
dalam ideologi itu
menjadi cita-cita yang hendak dituju.
·
Sebagai sarana pemersatu dari
masyarakat yang bersangkutan, atinya masyarakat yang banyak dan beragam itu
bersedia menjadikan ideologi sebagai milik bersama dan menjadikannya bersatu.
5.
Gatra di Bidang Politik
Politik penyelengaraan bernegara sangat memengaruhi kekuatan nasional suatu
Negara. Penyelenggaraan bernegara dapat
ditinjau dari beberapa aspek, seperti :
·
Sistem politik yang dipakai yaitu apakah
sistem demokrasi atau non demokrasi.
·
Sistem pemerintahan yang dijalankan
apakah sistem
presidensil atau parlementer.
·
Bentuk pemerintahan yang dipilih apakah
republik
atau kerajaan.
·
Susunan
Negara yang dibentuk apakah sebagai Negara kesatuan atau Negara serikat.
6.
Gatra di Bidang Ekonomi
Ekonomi yang dijalankan oleh suatu Negara merupakan kekuatan nasional Negara
yang bersangkutan terlebih di era global sekarang ini. Bidang ekonomi berperan
langsung dalam upaya pemberian dan distribusi kebutuhan warga Negara
7. Gatra di Bidang Sosial Budaya
Unsur budaya di masyarakat juga menentukan kekuatan nasional suatu Negara.
Hal-hal yang dialami sebuah bangsa yang homogen tentu saja akan berbeda dengan
yang dihadapi bangsa yang heterogen (plural) dari segi sosial budaya
masyarakatnya.
8. Gatra di Bidang Pertahanan Keamanan
Pertahanan keamanan suatu Negara merupakan unsur pokok terutama dalam
mengahadapi ancaman militer Negara lain. Oleh karena itu, unsur utama
pertahanan keamanan berada di tangan tentara (militer). Pertahanan keamanan
Negara juga merupakan salah satu fungsi pemerintahan Negara.
C. perdamaian
dunia dan Bagaimana strategi Indonesia dalam usaha mencapai perdamaian dunia
Perdamaian
dalam pengertian negatifnya adalah suatu kondisi tidak adanya peperangan,
konflik kekerasan, ketegangan dan huru-hara kerusuhan berskala besar,
sistematis serta kolektif. Namun demikian, berlanjutnya tindak kekerasan
seperti terorisme, diskriminasi dan penindasan terhadap minoritas dan kaum
wanita serta anak-anak, kekerasan struktural oleh sebab-sebab kemiskinan dan
pengangguran, intoleransi agama, dan rasisme serta sentimen kesukuan, bisa
dikatakan merupakan keadaan tidak adanya situasi damai bagi mereka yang menjadi
korban. Oleh karena itu, perdamaian harus dirumuskan pula secara lebih positif,
tidak hanya dengan meniadakan peperangan dan konflik bersenjata berskala besar,
melainkan juga memberantas berbagai tindak kekerasan, ketidakadilan,
kriminalitas, penindasan dan eksploitasi manusia oleh manusia lainnya yang
lebih kuat serta berkuasa.
Cita-cita
perdamaian mungkin sudah berumur sama dengan usia manusia itu sendiri. Namun
demikian, kegagalan-kegagalan menciptakan perdamaian juga sama usianya dengan
cita-cita damai sepanjang zaman. Hal itu menyebabkan berbagai konsekuensi,
antara lain pesimisme bahwa perdamaian abadi dianggap merupakan sebuah utopia
belaka, mengingat kenyataan bahwa kodrat manusia yang ditakdirkan heterogen
dalam cita-cita kelompok, keyakinan, serta kepentingan sosial politik, sudah
mengandung implikasi bahwa potensi konflik adalah sebuah keniscayaan di muka
bumi ini. Kalau demikian halnya, mengapa manusia modern di awal millennium ke-3
ini, masih terus mencoba tidak kehabisan akal untuk mencari cara dalam
mengupayakan terciptanya perdamaian bagi diri, keluarga, kelompok, bangsa,
serta perdamaian global? Salah satu jawabannya adalah bahwa selain kodrat
manusia yang berbeda-beda dan bertentangan berdasarkan suku, bangsa, ras,
agama, dan perbedaan kelompok-kelompok secara primordial maupun pertentangan
kepentingan politik dan ideologi, maka merupakan kodrat/naluri (instinct) manusia
pula untuk mempertahankan jenisnya agar tidak mengalami kemusnahan total oleh
saling menghancurkan dan memusnahkan. Itulah sebabnya, dalam sejarah, setelah
peperangan demi peperangan, kekerasan demi kekerasan dilakukan oleh sesama
manusia, maka manusia secara akumulatif selalu berusaha menciptakan
mekanisme-mekanisme untuk mewujudkan pemulihan keadaan damai.
Adapun
hal-hal yang harus dilakukan oleh Negara Indonesia dalam menciptakan sebuah
perdamaian Negara adalah:
1)
Menghargai
Keberagaman
Indonesia yang terdiri dari berbagai
unsur dan bermacam-macam kelompok, hanya akan terpelihara eksistensinya,
apabila ada kerelaan untuk saling menerima keberagaman dari setiap komponen
bangsa terhadap komponen atau kelompok lainnya. Setiap warga negara mesti
menyadari, tidak mungkin kedamaian dibangun secara hakiki, apabila suatu
kelompok agama tertentu menganggap dirinya adalah kelompok agama yang lebih
istimewa dibandingkan dengan yang lainnya. Salah satu potensi besar dalam
menyumbang terhadap perdamaian adalah dengan kembali kepada ajaran-ajaran pokok
setiap agama, karena mayoritas sangat besar dari bangsa Indonesia adalah umat
beragama. Agama melalui para pemeluknya harus belajar meninggalkan sikap
memutlakkan ajaran agama (absolutisme agama) sendiri sebagai satu-satunya
kebenaran yang ada di dunia, dan sebaliknya dapat berbagi ruang hidup secara
lapang dada dengan menerima keanekaragaman agama-agama (pluralisme agama) di
Indonesia.
2)
Dialog
Perdamaian
Dalam dialog perdamaian ini, sekali lagi
harapan dibebankan kepada para pemeluk-pemeluk agama. Hal ini didasarkan oleh
kenyataan, bahwa sudah begitu banyak kekejaman dan kekerasan yang dilakukan
oleh manusia terhadap manusia lainnya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia,
justru dengan justifikasi yang berasal atas ajaran agama-agama tertentu.
Apalagi agamalah tampaknya yang paling sering menjadi alat politik untuk
membenarkan kelompok sendiri, serta menyalahkan kelompok lainnya. Padahal,
setiap orang beragama umumnya sepakat, bahwa pesan inti agama adalah memelihara
kehidupan damai serta saling mengasihi antar sesama manusia. Apabila yang
terjadi adalah sebaliknya dari pesan-pesan pokok setiap agama, tentulah telah
terjadi kesalah pahaman antar pemeluk agama. Untuk itulah dialog perdamaian
antar agama perlu dilakukan secara terus-menerus. Momentum dialog antar agama
mulai dirasakan keperluannya dan kemungkinan-kemungkinan keberhasilannya di
zaman modern ini, setelah para uskup agama Katolik seluruh dunia menyelenggarakan
Konsili Vatikan II, tahun 1964. Pada waktu itu antara lain dibahas agar soal
umat Katolik menjalin dialog dengan pemeluk agama dan berbagai kebudayaan lain
yang ada di dunia ini. Inisiatif dialog ini kemudian disambut dengan baik oleh
kalangan Islam. Dewasa ini sudah cukup banyak organisasi dan forum-forum dialog
agama-agama internasional, tidak hanya antara Islam dan Kristen, melainkan juga
antara Kristen dengan Yahudi, Kristen dengan Hindu, juga yang bersifat
multilateral antara berbagai agama. Hal ini kalau dilakukan secara
terus-menerus dengan semangat saling menghargai serta sikap yang dilandasi
ketulusan dan kejujuran, diharapkan besar kemungkinan akan memberikan sumbangan
berarti bagi Perdamaian.
3)
Menegakkan
Kebenaran dan Keadilan
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam
proses awal menciptakan perdamaian yang hakiki adalah dengan upaya melakukan
upaya pengungkapan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM yang terjadi di
masa lalu. Tidak akan mungkin tercipta perdamaian yang hakiki dengan tindakan
menutup-nutupi atau menyembunyikan berbagai tindakan kekerasan terhadap HAM di
masa lalu, dan melepaskan para pelaku penyalahgunaan kekuasaan politik atas
nama Negara terhadap masyarakat yang lemah yang seharusnya dilindungi oleh negara.
4)
Melalui
Pendekatan Cultural (Budaya)
Untuk mewujudkan perdamaian kita harus
mengetahui budaya tiap-tiap masyarakat ataupun sebuah Negara. Jika tidak, maka
akan percuma saja segala upaya kita. Dengan mengetahui budaya tiap-tiap
masyarakat atau sebuah Negara maka kita bisa memahami karakteristik dari
masyarakat atau Negara tersebut. Atas dasar budaya dan karakteristik masyarakat
atau suatu Negara, kita bisa mengambil langkah-langkah yang tepat dan efektif
dalam mewujudkan perdamaian disana. Dan pendekatan budaya ini merupakan cara
yang paling efektif dalam mewujudkan perdamaian di masyarakat Indonesia serta
dunia.
5)
Melalui
Pendekatan Sosial dan Ekonomi
Dalam hal ini pendekatan sosial dan ekonomi
yang terkait masalah kesejahteraan dan faktor-faktor sosial di masyarakat yang
turut berpengaruh terhadap upaya perwujudan perdamaian dunia. Ketika
masyarakatnya kurang sejahtera tentu saja lebih rawan konflik dan kekerasan di
dalamnya. Masyarakat atau Negara yang kurang sejahtera biasanya akan “cuek”
atas isu dan seruan perdamaian. “Boro-boro mikirin perdamaian dunia, buat makan
untuk hidup sehari-hari saja susahnya minta ampun”, begitu fikir mereka yang
kurang sejahtera. Maka untuk mendukung upaya perwujudan perdamaian dunia yang
harus dilakukan terlebih dahulu adalah meningkatkan pemerataan kesejahteraan
seluruh masyarakat dan Negara di dunia ini.
6)
Melalui
Pendekatan Politik
Melalui pendekatan budaya dan sosial ekonomi
saja belum cukup efektif untuk mewujudkan perdamaian dunia. Perlu adanya campur
tangan politik, dalam artian ada agenda politik yang menekankan dan menyerukan
terwujudnya perdamaian dunia. Terlebih lagi bagi Negara-negara maju dan adidaya
yang memiliki power atau pengaruh dimata dunia. Negara-negara maju pada
saat-saat tertentu harus berani menggunakan power-nya untuk “melakukan sedikit
penekanan” pada Negara-negara yang saling berkonflik agar bersedia berdamai
kembali. Bukan justru membuat situasi semakin panas, dengan niatan agar
persenjataan mereka terus dibeli.
7)
Melalui
Pendekatan Religius (Agama)
Pada hakikatnya seluruh umat beragama di dunia
ini pasti menginginkan adanya perdamaian. Sebab tidak ada agama yang
mengajarkan kejahatan, kekerasan ataupun peperangan. Semua Negara mengajarkan
kebaikan, yang diantaranaya kepedulian dan perdamaian. Maka dari itu setiap
kita yang mengaku beragama dan ber-Tuhan tentu harus memiliki kepedulian dalam
turut serta mewujudkan perdamaian di masyarakat maupun di kancah dunia. Para
tokoh agama yang dianggap memiliki kharisma dan pengaruh besar di masyarakat
harus ikut serta aktif menyerukan perdamaian.
Sekian & Terima Kasih Semoga Bermanfaat....
Sekian & Terima Kasih Semoga Bermanfaat....
Post a Comment